ACARA III
Pembuatan kompos/pupuk organic dengan berbgai metode/cara (mikroorganisme)
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami
penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami
berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah
banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan
teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya
pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan
organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian
rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi
pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi
permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di
kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi
pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI
(Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos
(vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan,
karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses
yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang
sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai
upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang
dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur
lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali
tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca
penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford,
2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik
mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang
memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses
alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi
membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan
aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
b. Tujuan dan kegunaan
praktikum
Ø
Tujuan
praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menjadikan limbah dari peternakan yaitu dari sisa pakan dan kotoran
ternak dijakan menjadi kompos atau pupuk organic.
Ø
Kegunaan
praktikum
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar kita sebagai peraktikum bias membuat sisa pakan
maupun kotoran ternak (limbah peternakan) menjadi barang yang bermanfaat yaitu
menjadikan atau memebuat pupuk kompos (pupuk organic).
c. Tempat dan tanggal
praktikum
-
Tempat praktikum :INSIMINASI BUATAN BANYU MULEK
-
Tanggal praktikum :………………. 2012
TINJAUAN PUSTAKA
Sanitasi dan Penanganan Limbah
Kandang sapi perah dilengkapi dengan saluran pembuangan berupa selokan
kecil yang memanjang dibagian belakang posisi sapi. Cara
pengambilan kotoran biasanya dengan mengguyurkan ke arah kotoran
sapi yang berserakan sehingga, kotoran tersebut langsung mengalir ke
suatu bak penampungan (Setiawan, 2003).
Peran bahan
organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan
aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara
tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah
adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara
oleh tanaman (Gaur, 1980).
Umumnya,
masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika
bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian
kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan
perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman,
1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung
banyak senyawa nitrogen.
MATERI
DAN METODE PRAKTIKUM
Praktikum Manajemen Ternak Perah dilaksanakan pada tanggal ………………sampai
dengan ……… 2012 di INSIMINASI BUATAN BANYU MULEK, Kecamatan Labuapi , Kabupaten
Lombok barat.
Materi Praktikum
Pada dasarnya
semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik
rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik
kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang
sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
1.
Terowongan udara (Saluran Udara) 9. Masker
2.
Sekop
3.
Garpu/cangkrang
4.
Saringan/ayakan
5.
Termometer
6.
Timbangan
7.
Sepatu boot
8.
Sarung tangan
Metode Praktikum
1.
Pemilahan Sampah
Pada tahap ini
dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan
barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan
menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2.
Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran
dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah
dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3.
Penyusunan Tumpukan
Bahan organik
yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun
menjadi tumpukan.
Desain
penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang
x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
Pada tiap
tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4.
Pembalikan
Pembalikan
dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam
tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan
pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.
Penyiraman
Pembalikan
dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembapan
kurang dari 50%).
Secara manual
perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari
bagian dalam tumpukan.
Apabila pada
saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus
ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan
terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6.
Pematangan
Setelah
pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga
mendekati suhu ruangan.
Pada saat itu
tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada
tahap pematangan selama 14 hari.
7.
Penyaringan
Penyaringan
dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta
untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari
proses pemilahan di awal proses.
Bahan yang
belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan
yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8.
Pengemasan dan Penyimpanan
Kompos yang
telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
Kompos yang
telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan
tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak
diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, A.I. 2003. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural
Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through
Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New
Delhi.
Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula
Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar