Jumat, 05 Oktober 2012

DRAF LAPORAN Pembuatan kompos/pupuk organic dengan berbgai metode/cara (mikroorganisme)


ACARA III
Pembuatan kompos/pupuk organic dengan berbgai metode/cara (mikroorganisme)

PENDAHULUAN
a.         Latar Belakang
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.   
b.      Tujuan dan kegunaan praktikum

Ø    Tujuan praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menjadikan limbah dari peternakan yaitu dari sisa pakan dan kotoran ternak dijakan menjadi kompos atau pupuk organic.


Ø    Kegunaan praktikum
Kegunaan dari praktikum ini adalah agar kita sebagai peraktikum bias membuat sisa pakan maupun kotoran ternak (limbah peternakan) menjadi barang yang bermanfaat yaitu menjadikan atau memebuat pupuk kompos (pupuk organic).

c.  Tempat dan tanggal praktikum
-                      Tempat praktikum :INSIMINASI BUATAN BANYU MULEK
-                      Tanggal praktikum :………………. 2012


TINJAUAN PUSTAKA

Sanitasi dan Penanganan Limbah
Kandang sapi perah dilengkapi dengan saluran pembuangan berupa selokan kecil yang  memanjang dibagian belakang posisi sapi.  Cara  pengambilan  kotoran biasanya dengan mengguyurkan ke arah kotoran sapi yang berserakan sehingga, kotoran tersebut langsung  mengalir ke suatu bak penampungan (Setiawan, 2003).
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
 

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

Praktikum Manajemen Ternak Perah dilaksanakan pada tanggal ………………sampai dengan ……… 2012 di INSIMINASI BUATAN BANYU MULEK, Kecamatan Labuapi , Kabupaten Lombok barat.

Materi Praktikum
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
1.                  Terowongan udara (Saluran Udara)                9. Masker
2.                  Sekop
3.                  Garpu/cangkrang
4.                  Saringan/ayakan
5.                  Termometer
6.                  Timbangan
7.                  Sepatu boot
8.                  Sarung tangan
Metode Praktikum
1.                  Pemilahan Sampah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan
2.                  Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
3.                  Penyusunan Tumpukan
Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4.                  Pembalikan
Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
5.                  Penyiraman
Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).
Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6.                  Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.
Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
7.                  Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
8.                  Pengemasan dan Penyimpanan
Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
 

DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, A.I. 2003. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.
Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New Delhi.
Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar