Rabu, 11 April 2012

Bagi Hasil Sawah (dengan cara hukum islam)

Masalah Bagi Hasil Sawah (dengan cara hukum islam)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim diterangkan, bahwa Rasulullah s.a.w. menyewakan tanah kepada penduduk Khaibar dengan perjanjian separuh hasilnya untuk pemilik tanah. Hadis ini diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat, di antaranya: Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah.
Hadis ini dijadikan alasan oleh orang yang membolehkan muzara’ah; dan mereka berkata: Muzara’ah adalah perkara yang baik dan sudah biasa berlaku, yang juga dikerjakan oleh Rasulullah s,a.w. sampai beliau meninggal dunia, kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin sampai mereka meninggal dunia. Dan kemudian diikuti oleh orang-orang sesudahnya. Sehingga tidak seorang pun ahli bait Nabi di Madinah yang tidak mengerjakan hal ini. Dan begitu juga isteri-isteri Nabi s.a.w. sepeninggal beliau.
1. Pengertian muzara’ah
Secara bahasa, muzaraah berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar sebagian darinya. Dan secara istilah muzara’ah berarti memberikan tanah kepada petani agar dia mendapatkan bagian dari hasil tanamannya. Misalnya sepertiga, seperdua atau lebih banyak atau lebiih sedikit dari itu.
2. Dasar Pensyari’atan
Muzara’ah adalah salah satu bentuk ta’awun antar petani dan pemilik sawah. Serigkali kali ada orang yang ahli dalam masalah pertanian tetapi dia tidak punya lahan, dan sebaliknya banyak orang yang punya lahan tetapi tidak mampu menanaminya. Maka Islam mensyari’atkan muzara’ah sebagai jalan tengah bagi keduanya.
Itulah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan mentradisi di tengah para sahabat dan kaum muslimin setelahnya. Ibnu ‘abbas mencerikana bahwa Rasululah saw bekerja sama dengan penduduk Khaibar untuk berbagi hasil atas panenan, makanan dan buah-buahan. Bahkan Muhammad Albakir bin Ali bin Al-Husain mengatakan bahwa tidak ada seorang muhajirin yang berpindah ke Madinah kecuali mereka bersepakat untuk membagi hasil pertanian sepertiga atau seperempat.
Para sahabat yang tercatat melakukan muzara’ah antara lain adalah Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud dan yang lainnya. Bahkan Umar bin Abdul Aziz pun yang hidup di masa berikutnya memiliki pemasukan dari bagi hasil.
3. Pendapat yang Melarang
Dan telah datang satu masalah dalam hal ini, yaitu munculnya hadis tentang muzara’ah dari Rafi’ bin Khudaij yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah melarang dilakukannya muzara’ah setelah sebelumnya ia memperbolehkannya, dengan dalil hadis yang menceritakan bahwa telah datang kepada Rasulullah dua orang yang berselisih tentang muzara’ah yang mereka lakukan hingga menjadikan mereka berusaha untuk saling membunuh, maka untuk permasalahan mereka ini Rasulullah berkata bahwa kalau demikaian halnya yang terjadi maka sebaiknya mereka tidak melakukannya .
Zaid bin Tsabit meriwayatkan, bahwa ada dua orang yang sedang bertengkar tentang masalah tanah, kemudian mengadukannya kepada Nabi, maka jawab Nabi, Kalau ini persoalanmu, maka janganlah kamu menyewakan tanah.
Jadi masing-masing dari pemilik tanah dan penyewa, harus ada sikap toleransi yang tinggi. Misalnya si pemilik tanah jangan minta terlalu tinggi dari hasil tanahnya itu. Begitu juga sebaliknya si penyewa jangan merugikan pihak pemilik tanah.
Dan pendapat yang mengatakan bahwa hukum muzara’ah ini termasuk akad yang terlarang telah dibantah oleh Zaid bin Tsabit dengan mengatakan bahwa ia lebih mengetahui tentang hadits Rasulullah dari pada Rafi’ bin Khudaij. Lebih lanjutnya dia menjelaskan bahwa banyak sahabat Nabi yang melakukan muzara’ah. Dengan adanya bantahan dari Zaid ini, maka telah jelas bahwa tidak ter jadi nasakh dalam hukum diperbolehkannya muzara’ah.
Ibnu Abbas ra. meriwayatkan bahwa larangan Rasulullah SAW tentang muzara’ah dalam hal ini bersifat kasuistik, di mana beliau memandang bahwa orang tersebut kurang tepat dalam melakukan akad muzara’ah, sehingga larangan itu bukan berarti melarang hukum muzara’ah secara hukum, melainkan arahan beliau kepada orang seseorang tertentu untuk menggunakan sistem lain yang lebih tepat.
ما كنا نرى في المزارعة بأسا حتى سمعت رافع بن خديج يقول: إن رسول الله نهى عنها، فذكرت لطاوس فقال: قال لي أعلمهم إن رسول الله لم ينه عنها ولكن قال: لأن يمنح أحدكم أرضه خير من أن يأخذ عايها خراجا معلوما - رواه الخمسة
Kami tidak memandang bahwa di dalam muzara’ah itu ada larangan, hingga aku mendengar Rafi’ bin Khudaij berkata bahwa Rasulullah SAW melarangnya. Maka aku bertanya kepada Thawus dan beliau berkata, Orang yang paling mengerti dalam masalah ini telah memberitahukan ku , Sesunguhnya Rasulullah SAW tidak melarang muzara’ah, beliau hanya berkata, Memberikan tanah kepada seseorang lebih baik dari pada meminta pajak tertentu
من كانت له أرض فليزرعها أو بيمنحها أخاه فإن أبى فليمسك أرضه - رواه البخاري ومسلم
Siapa yang punya lahan, hendaklah ditanaminya atau diberikannya kepada saudaranya. Namun bila dia menolak, hendaklah dia mengambil tanahnyaم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar